Selasa, 26 Oktober 2010

Jakarta - Macet di Jakarta sudah menggila dan membuat stres semua orang. Kalangan pengusaha pun khawatir macet di ibukota bisa membawa dampak psikologis pada karyawan dan pada akhirnya bisa menurunkan produktivitas.

"Bayangkan saja jika karyawan pada stres, yang pasti produktifitas menurun. Apakah anda tidak stress jika mengalami keruwetan seperti ini?," ungkap Sofjan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, Selasa (26/10/2010).

"Kerugian akibat kelumpuhan lalu lintas dari masalah kemacetan hingga banjir yang melanda menjadi faktor acuan para pengusaha untuk memindahkan usahanya di negara lain. Bahkan para pengusaha sudah berkelakar akan memindahkan segala urusan bisnisnya ke Singapura karena Jakarta tidak lagi nyaman," ujar Sofjan.

Maka dari itu, Sofjan mengatakan banyak para pengusaha yang sudah merencanakan untuk memindahkan bisnisnya jika keadaan masih tidak berubah seperti ini.

"Banyak pengusaha lokal yang berencana pindah. Hal ini kan berarti mengakibatkan kerugian pada pemerintah sendiri jika para pengusaha kelas kakap memindahkan bisnisnya," imbuh Sofjan.

Salah satu negara yang dilirik para pengusaha adalah Singapura, yang selain tidak ruwet juga menawarkan sejumlah insentif yang menarik.

"Singapura menawarkan insentif yang menarik. Dari pajak PPH yang bisa dinegosiasikan hingga 10% sampai kepada infrastruktur yang memadai," jelasnya.

Ia mengharapkan, pemerintah beserta DPR dan seluruh kalangan duduk bersama untuk membahas tuntas masalah keruwetan Ibukota ini. Menurutnya, harus ada tahapan memperbaiki Ibukota dalam jangka pendek, menengah dan panjang.


Analisis:

Selain dampak psikologis yang bisa menurunkan produktivitas karyawan, macet di ibukota juga telah meningkatkan biaya produksi yang lebih besar. Karenanya, para pengusaha pun berniat untuk untuk memindahkan usahanya ke luar negeri.

Dari masalah infrastruktur, public transportation hingga tata kota yang diperbaiki lagi

Senin, 18 Oktober 2010

Banyak Orang Miskin Terlupakan

Hanya berbaring ke kiri dan kanan jika ingin tidur telentang, Mirza Gunawan bocah yang tinggal di Tanjungjabung Timur, Jambi, merasa tidak sanggup. Ini lantaran ia menderita pembengkakan kelenjar lendir di sekitar pantat.

Saat SCTV menjenguk, baru-baru ini, kondisi bocah berusia delapan tahun itu memburuk. Kakinya mengecil dan praktis tidak mampu beraktivitas. Bahkan, beberapa syaraf mati di sekitar pantat Mirza. Dia memang ditangani rumah sakit umum daerah, namun peralatan terbatas, jadilah Mirza mendapat perawatan seadanya. Kesedihan yang ditambah karena biaya berobat harus dibayar.

Di bagian lain negeri ini, kemiskinan masih menyergap sebagian besar warganya. Tepatnya di Kendal, Jawa Tengah. Siapa pun pasti miris dengan bayi bernama Misbahul. Ia seperti korban perang, kurus hanya tulang berbalut kulit.

Saat bernapas pun, Misbahul sangat menderita. Penderitaan yang tidak diinginkan kedua orangtua Misbahul yang hanya buruh tani, kepedihan yang semakin menyesakkan karena jatah Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) sudah habis. Artinya, orangtua Misbahul harus mencari biaya untuk buah hati mereka.

Mirza Gunawan dan Mizbahul, hanyalah potret buram kehidupan sebagian besar penduduk negeri ini. Kemiskinan yang berbaur dengan gemerlapnya pejabat negeri yang gemar korupsi. Korupsi yang merampas hak orang miskin.

Analisa:
Apa pemerintah Indonesia tidak lelah mendengar keluhan-keluhan rakyatnya sendiri..
Banyak sekali kekayaan Indonesia, tetapi semuanya hanya menjadi milik kalangan tertentu yang terlalu ego untuk kepentingan perut mereka sendiri.
Sedangkan kalangan bawah sudah sangat terlalaikan. Banyak yang menderita, terlalu termakan akan janji pemerintah..
Sungguh sangat ironis bukan..

Minggu, 03 Oktober 2010

DPR Segera Panggil Menteri BUMN dan Dirut PT Kereta Api

Tabrakan KA di Pemalang (2/10/2010)


Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan segera memanggil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Mustafa Abubakar serta Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Ignasius Jonan untuk mempertanggungjawabkan insiden kecelakaan maut Argo Anggrek dan Senja Utama di Pemalang, Jawa Tengah, Sabtu kemarin (2/10/2010).

Anggota Komisi VI DPR, Abdul Wahid menilai, kecelakaan yang terjadi di dekat Stasiun Petarukan, Pemalang menjadi bukti nyata tidak profesionalnya manajemen PT Kereta Api dalam mengelola jenis transportasi massa ini. Untuk itulah DPR perlu memanggil pihak-pihak yang bertanggung jawab.

"Saya tadi sudah telepon-teleponan dengan Ketua Komisi (Airlangga Hartanto) untuk dipanggil. Menterinya, juga Dirutnya," ungkap Abdul Wahid kepada detikFinance, di Jakarta, Minggu (3/10/2010).

Komisi VI akan mencecar pertanyaan seputar penyebab kecelakaan maut yang merengkut 35 orang meninggal dunia ini. Selain itu, akan dibahas nasib perkeretaapian di Indonesia.

"Kereta Api di Indonesia itu bukan semakin cepat, malah semakin lambat. Dulu Jakarta Semarang 5 jam, sekarang 7 jam. Ke Surabaya yang biasanya 11 jam, ini malah mencapai 14 jam,"ungkapnya.

Ketidakprofesionalan KAI dalam menjalankan industri ini, lanjut Wahid, terlihat pada pelayanan yang buruk, kesiapan yang berantakan serta ketidaknyamanan penggunanya.

"Padahal anggaran untuk maintenance (perawatan) ada, kok ini (realisasi) tidak ada," paparnya.

Seperti diketahui, pada Sabtu (2/10/2010) kemarin telah terjadi kecelakaan maut ini terjadi pukul 03.00 WIB dini hari, tepat 500 meter sebelum kedua kereta memasuki Stasiun Petarukan, Pemalang.

KA Senja Utama ke arah Semarang yang tengah menunggu disalip, justru diseruduk sangat keras dari belakang oleh KA Argo Angggrek jurusan Surabaya.

Dugaan sementara, kejadian tersebut disebabkan kelalaian masinis KA Argo Anggrek yang tidak menggubris sinyal dari Kepala Stasiun KA terdekat. Akibatnya, KA Argo Anggrek salah jalur dan menghantam KA Senja Utama di jalur 3 Stasiun Petarukan.

Namun pihak KAI belum dapat menegaskan hal tersebut. "Kita belum sampai ke sana, karena kita baru selesai evekuasi. Belum sampai ke SDM," imbuh Kepala Humas KAI Sugeng Priyono.



Analisa:

Nasi sudah menjadi bubur...
Kecelakaan sudah terjadi, merenggut korban nyawa dan luka-luka..


Ketidak profesionalisme kerja pada management KA Indonesia, mengakibatkan kecelakaan yang sangat tidak diharapkan.
Padahal, dapat dikatakan bahwa kecelakaan kereta api di Indonesia, khususnya daerah Jawa, bukan pertama kalinya.
Hal seperti ini dapat dihindari jika tingkat kecermatan dalam kerja para management dan para masinis.

Tentunya, yang diperlukan sekarang bukan hanya masalah pertanggung jawaban dari pihak KAI. Tetapi kinerja dalam sistem management dan tenaga kerja KAI harus dirombak kembali. Agar hal fatal tidak akan terulang kembali pada masa yang akan datang.